My life
is always nuanced “batik”
“Non
Seli, ayo cepat bangun. Sudah ditunggu papa dan mama diruang makan”
Suara itu mengkagetkanku
hingga ku terjatuh ke lantai. Namun suara lembut itu tak asing lagi bagiku, itu
suara mbok Darmi, pembantu setia dirumahku mulai dari aku kecil. Aku langsung
mencuci muka dan menuju ke ruang makan, sepertinya papa dan mama telah
berpakaian rapi dengan baju batik yang digunakan dan sudah menungguku begitu
lama.
“Pa Ma maaf, aku telat
lagi.”
“Kamu anak cewek tak
sepantasnya kamu bangun siang begini, jika kakek dan nenekmu melihat pasti
mereka kecewa denganmu Sel.” jelas papa.
“Iya, Pa, Seli minta
maaf. Seli tidak akan mengulanginnya lagi.” Dengan wajah polos memohon ampun.
“Ya, ya sudah. Ayo
makan, masalah ini bisa dibicarakan nanti.” Sahut mama.
Kata-kata
mama kali ini sudah keberapa kali telah menyelamatkan ku dari pembicaraan papa
yang selalu memarahiku pagi-pagi. “untung saja mama langsung memotongnya”
batinku. Kami bertiga lalu bersarapan bersama, setelah itu papa dan mama berangkat
ke kantor masing-masing. Sedangkan aku, aku menuju ke kamarku untuk
bersiap-siap pergi kuliah dengan memakai batik biru muda dan celana jeans hitam
yang sudah menjadi kebiasaanku dari kecil. Semua isi rumahku dan bahkan rumahku
pun bernuasa batik, karena batik sudah menjadi koleksi dikeluarga besarku. Kali
ini aku berangkat sendiri, Shanti tak bisa menjemputku karena ia ada keperluan
pribadi. Terpaksa aku mengendarai mobil sendiri, keluar dari halaman rumah lalu
menyusuri jalan yang tiaphari ku lewati sebelum ke tempat kuliah. Sesampai
disana, sudah banyak mahasiswa yang berdatangan untuk memasuki kelas.
“Hei Sel, sendirian aja
loe? Kemana itu ekor loe? Haha” tibatiba terdengar suara yang sudah lama ku
kenal, suara itu tak lain adalah Ricky. Ia sahabatku mulai dari kecil hingga
sekarang.
“Siapa emang ekorku?
Ada-ada aja loe itu, Rick.” Sambil berjalan dan tertawa.
“Siapa lagi kalo bukan
sih Shanty itu? Itukan ekormu dari dulu.” Dengan tertawa terbahak-bahak.
“Oh, katanya dia lagi
ada keperluan makanya dia gak njemput aku. Tuh dia uda ada disana.” Jawabku
dengan menunjuk kearah Shanty.
Shanty melambaikan tangannya, begitu pula aku dan ricky.
Kami langsung menuju ke Shanty, kemudian kami bertiga memasuki kelas. Ohya dari
SMA hingga sekarang, aku, Shanty, dan Ricky masih satu sekolah dan masih utuh
persahabatan kami. Sejam kemudian kelas dimulai dan tiga jam kemudian kelas
diakhir, begitu seterusnya kecuali hari minggu.
Aku memutuskan hari ini tidak kemana-mana, aku ingin
langsung pulang setelah kuliah. Sampai dirumah, aku menjatuhkan badanku yang
tak kuat lagi berdiri lama. Seharian ini aku sangat sibuk sekali. Tak terasa
pagi telah tiba, aku bersiap-siap seperti biasa melakukan hal yang seharusnya
ku lakukan. Mulai dari kuliah hingga tidur kembali, itu adalah rutinitasku
setiap hari.
Suatu ketika rumahku ke datangan tamu istimewa, siapa lagi
kalau bukan kakek dan nenekku yang telah lama tak berkunjung kerumahku. Aku
sangat senang sekali mereka kerumahku, bagaimana tidak? Aku sudah lama tak
bertemu dengan mereka. Mereka menginap beberapa hari dirumahku untuk refreshing
dan melihat baju batik yang ada didaerahku. Kakek dan nenekku senang sekali dengan baju
batik, sampai fanaticnya mereka membuka kios batik. Bagi mereka, mengkoleksi
batik dan membuka kios batik adalah cara untuk melestarikan batik yang ada di
Indonesia dan mencintai produk tanah air sendiri. Rumah beserta kelengkapannya
selalu bernuansa batik, anak-anak dari kakek pun menirunya, tak terkecuali
rumahku. Kios batik mereka telah bercabang dan berada dimana-mana, bahkan telah
terkenal hingga nasional. Mereka kakek dan nenekku yang paling kuat dan tangguh
yang masih bisa berkeliling kemana-mana dan merintis usahanya sendiri. Menjadi
cucu mereka adalah suatu kebanggaan tersendiri bagiku. Jika aku diwarisi oleh
mereka untuk meneruskan usaha mereka ini, mungkin aku tak bisa berbicara
apa-apa kalau mendengarnya dan ingin melakukan semua itu dengan senang hati.
Bersama mereka terasa sedetik saja dalam hitunganku, pagi
ini mereka akan kembali ke kotanya. Aku ingin ikut dengan mereka, namun aku
juga masih ada kuliah. Namun ketika aku, papa, mama, kakek, dan nenek
berkumpul dan membicarakan ini. Papa dan
mama memperbolehkan ku ikut dengan mereka dalam waktu seminggu, itu telah
membuatku senang. Tetapi ada lagi yang membuatku senang, ketika kakek dan
nenekku berkata kalau kios batik yang dimilikinya itu akan diwariskan padaku
kelak nanti jika waktunya telah tepat. “Oh God, aku sangat bersyukur padamu.
Terimakasih telah mengabulkan doaku.” Batinku.
Matahari sudah terbangun dari mimpi indahnya, suara ayam
berkokok dan kicauan burung serta udara yang sejuk dan asri menambah indahnya
suasana pagi ini. Kota yang ditempat tinggali kakek dan nenekku memang sungguh
sangat nyaman dan masih jauh dari polusi, sangat berbeda sekali dengan kota
yang kutinggali bersama dengan kedua orang tuaku. Aku mungkin tak akan bosan
jika setiap pagi melihat suasana seperti ini. Seminggu sudah berlalu, saatnya
aku kembali ke Semarang untuk menjalani rutinitas ku setiap hari disana.
Sebenarnya aku masih ingin bersama kakek dan nenek membantu mereka merintis
usaha batiknya, tetapi sudahlah. Suatu saat nanti aku juga akan merasakan itu
jika waktumya telah tepat.
Satu tahun kemudian, aku telah lulus kuliah dan mendapat
nilai terbaik dikampusku. Begitu pula dengan Shanty dan Ricky, mereka juga
berada diurutan setelah aku. Setelah lulus kuliah, kakek dan nenek memberikan
kios batik kepadaku. Mulai saat itu, aku mulai merintis usahanya dengan senang
hati. Aku sekarang baru bisa merasakan bagaimana berada di posisi mereka,
sungguh berat dan penuh tanggungjawab. Tapi mereka tak pernah mengeluh dan
berputus asa melakukannya, malahan mereka sangat bersyukur kepada Tuhan telah
diberikan nikmat yang begitu besar.
Waktu berjalan semakin cepat, seperti ombak yang selalu
berkejar-kejaran untuk meraih daratan pantai. Tak terasa dua tahun telah
terlewati sudah, kios batik yang diberikan oleh kakek dan nenek kini semakin
berjaya dan sukses hingga menuju ke internasional. Mereka sangat bangga denganku
tak terkecuali papa dan mama, karena memang cita-citaku mulai dari kecil
meneruskan tempat kios batik yang sudah dikelola oleh kakek dan nenek untuk
melestarikan budaya yang ada di Indonesia dan mencintai produk tanah air
sendiri.
Aku senang dan bangga
telah dilahirkan di keluarga besarku ini, serta menjadi bagian dari Negara
Indonesia. Dikeluarga besarku ini, aku diajarkan bagaimana menghargai dan
mencintai tanah air, salah satunya yaitu dengan memakai baju batik. Batik
adalah khas Indonesia yang sudah menjadi trend di model fashion dikalangan
masyarakat Indonesia. Namun bukan hanya dengan menggunakan baju batik saja
untuk mencintai tanah air Indonesia, tetepi ada berbagai macam cara untuk
mencintai tanah air Indonesia.