Jumat, 01 Maret 2013

Cerita pendek tentang cinta tanah air


My life is always nuanced “batik”

“Non Seli, ayo cepat bangun. Sudah ditunggu papa dan mama diruang makan”
Suara itu mengkagetkanku hingga ku terjatuh ke lantai. Namun suara lembut itu tak asing lagi bagiku, itu suara mbok Darmi, pembantu setia dirumahku mulai dari aku kecil. Aku langsung mencuci muka dan menuju ke ruang makan, sepertinya papa dan mama telah berpakaian rapi dengan baju batik yang digunakan dan sudah menungguku begitu lama.
“Pa Ma maaf, aku telat lagi.”
“Kamu anak cewek tak sepantasnya kamu bangun siang begini, jika kakek dan nenekmu melihat pasti mereka kecewa denganmu Sel.” jelas papa.
“Iya, Pa, Seli minta maaf. Seli tidak akan mengulanginnya lagi.” Dengan wajah polos memohon ampun.
“Ya, ya sudah. Ayo makan, masalah ini bisa dibicarakan nanti.” Sahut mama.
          Kata-kata mama kali ini sudah keberapa kali telah menyelamatkan ku dari pembicaraan papa yang selalu memarahiku pagi-pagi. “untung saja mama langsung memotongnya” batinku. Kami bertiga lalu bersarapan bersama, setelah itu papa dan mama berangkat ke kantor masing-masing. Sedangkan aku, aku menuju ke kamarku untuk bersiap-siap pergi kuliah dengan memakai batik biru muda dan celana jeans hitam yang sudah menjadi kebiasaanku dari kecil. Semua isi rumahku dan bahkan rumahku pun bernuasa batik, karena batik sudah menjadi koleksi dikeluarga besarku. Kali ini aku berangkat sendiri, Shanti tak bisa menjemputku karena ia ada keperluan pribadi. Terpaksa aku mengendarai mobil sendiri, keluar dari halaman rumah lalu menyusuri jalan yang tiaphari ku lewati sebelum ke tempat kuliah. Sesampai disana, sudah banyak mahasiswa yang berdatangan untuk memasuki kelas.
“Hei Sel, sendirian aja loe? Kemana itu ekor loe? Haha” tibatiba terdengar suara yang sudah lama ku kenal, suara itu tak lain adalah Ricky. Ia sahabatku mulai dari kecil hingga sekarang.
“Siapa emang ekorku? Ada-ada aja loe itu, Rick.” Sambil berjalan dan tertawa.
“Siapa lagi kalo bukan sih Shanty itu? Itukan ekormu dari dulu.” Dengan tertawa terbahak-bahak.
“Oh, katanya dia lagi ada keperluan makanya dia gak njemput aku. Tuh dia uda ada disana.” Jawabku dengan menunjuk kearah Shanty.
          Shanty melambaikan tangannya, begitu pula aku dan ricky. Kami langsung menuju ke Shanty, kemudian kami bertiga memasuki kelas. Ohya dari SMA hingga sekarang, aku, Shanty, dan Ricky masih satu sekolah dan masih utuh persahabatan kami. Sejam kemudian kelas dimulai dan tiga jam kemudian kelas diakhir, begitu seterusnya kecuali hari minggu.
          Aku memutuskan hari ini tidak kemana-mana, aku ingin langsung pulang setelah kuliah. Sampai dirumah, aku menjatuhkan badanku yang tak kuat lagi berdiri lama. Seharian ini aku sangat sibuk sekali. Tak terasa pagi telah tiba, aku bersiap-siap seperti biasa melakukan hal yang seharusnya ku lakukan. Mulai dari kuliah hingga tidur kembali, itu adalah rutinitasku setiap hari.
          Suatu ketika rumahku ke datangan tamu istimewa, siapa lagi kalau bukan kakek dan nenekku yang telah lama tak berkunjung kerumahku. Aku sangat senang sekali mereka kerumahku, bagaimana tidak? Aku sudah lama tak bertemu dengan mereka. Mereka menginap beberapa hari dirumahku untuk refreshing dan melihat baju batik yang ada didaerahku.  Kakek dan nenekku senang sekali dengan baju batik, sampai fanaticnya mereka membuka kios batik. Bagi mereka, mengkoleksi batik dan membuka kios batik adalah cara untuk melestarikan batik yang ada di Indonesia dan mencintai produk tanah air sendiri. Rumah beserta kelengkapannya selalu bernuansa batik, anak-anak dari kakek pun menirunya, tak terkecuali rumahku. Kios batik mereka telah bercabang dan berada dimana-mana, bahkan telah terkenal hingga nasional. Mereka kakek dan nenekku yang paling kuat dan tangguh yang masih bisa berkeliling kemana-mana dan merintis usahanya sendiri. Menjadi cucu mereka adalah suatu kebanggaan tersendiri bagiku. Jika aku diwarisi oleh mereka untuk meneruskan usaha mereka ini, mungkin aku tak bisa berbicara apa-apa kalau mendengarnya dan ingin melakukan semua itu dengan senang hati.
          Bersama mereka terasa sedetik saja dalam hitunganku, pagi ini mereka akan kembali ke kotanya. Aku ingin ikut dengan mereka, namun aku juga masih ada kuliah. Namun ketika aku, papa, mama, kakek, dan nenek berkumpul  dan membicarakan ini. Papa dan mama memperbolehkan ku ikut dengan mereka dalam waktu seminggu, itu telah membuatku senang. Tetapi ada lagi yang membuatku senang, ketika kakek dan nenekku berkata kalau kios batik yang dimilikinya itu akan diwariskan padaku kelak nanti jika waktunya telah tepat. “Oh God, aku sangat bersyukur padamu. Terimakasih telah mengabulkan doaku.” Batinku.
          Matahari sudah terbangun dari mimpi indahnya, suara ayam berkokok dan kicauan burung serta udara yang sejuk dan asri menambah indahnya suasana pagi ini. Kota yang ditempat tinggali kakek dan nenekku memang sungguh sangat nyaman dan masih jauh dari polusi, sangat berbeda sekali dengan kota yang kutinggali bersama dengan kedua orang tuaku. Aku mungkin tak akan bosan jika setiap pagi melihat suasana seperti ini. Seminggu sudah berlalu, saatnya aku kembali ke Semarang untuk menjalani rutinitas ku setiap hari disana. Sebenarnya aku masih ingin bersama kakek dan nenek membantu mereka merintis usaha batiknya, tetapi sudahlah. Suatu saat nanti aku juga akan merasakan itu jika waktumya telah tepat.
          Satu tahun kemudian, aku telah lulus kuliah dan mendapat nilai terbaik dikampusku. Begitu pula dengan Shanty dan Ricky, mereka juga berada diurutan setelah aku. Setelah lulus kuliah, kakek dan nenek memberikan kios batik kepadaku. Mulai saat itu, aku mulai merintis usahanya dengan senang hati. Aku sekarang baru bisa merasakan bagaimana berada di posisi mereka, sungguh berat dan penuh tanggungjawab. Tapi mereka tak pernah mengeluh dan berputus asa melakukannya, malahan mereka sangat bersyukur kepada Tuhan telah diberikan nikmat yang begitu besar.
          Waktu berjalan semakin cepat, seperti ombak yang selalu berkejar-kejaran untuk meraih daratan pantai. Tak terasa dua tahun telah terlewati sudah, kios batik yang diberikan oleh kakek dan nenek kini semakin berjaya dan sukses hingga menuju ke internasional. Mereka sangat bangga denganku tak terkecuali papa dan mama, karena memang cita-citaku mulai dari kecil meneruskan tempat kios batik yang sudah dikelola oleh kakek dan nenek untuk melestarikan budaya yang ada di Indonesia dan mencintai produk tanah air sendiri.
           Aku senang dan bangga telah dilahirkan di keluarga besarku ini, serta menjadi bagian dari Negara Indonesia. Dikeluarga besarku ini, aku diajarkan bagaimana menghargai dan mencintai tanah air, salah satunya yaitu dengan memakai baju batik. Batik adalah khas Indonesia yang sudah menjadi trend di model fashion dikalangan masyarakat Indonesia. Namun bukan hanya dengan menggunakan baju batik saja untuk mencintai tanah air Indonesia, tetepi ada berbagai macam cara untuk mencintai tanah air Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar