Rabu, 17 Juli 2013

Semuanya akan indah pada waktunya



Percayakah bahwa dibalik kata “semuanya akan indah pada waktunya”, jika dipahami lebih dalam memang berarti benar, untuk seseorang yang sudah percaya melakukan dan merasakannya. Hanya saja melakukan dan merasakannya tak semudah ketika berbicara kepada oranglain. Percaya akan kata itu membutuhkan kesabaran menunggu dan bertindak sesuai kemampuan yang di miliki. Ini bukan bunga tidur yang indah ataupun khayalan yang ku bentuk seindah mungkin, seakan ada kekuatan yang mendorong ku untuk melakukan kata itu dan menunjuk kepada ku tuk merasakannya. Iya, kata yang selama ini ku ucapkan saat oranglain bersedih, karena cukup kuat menahan semuanya sendirian. Hingga ia membutuhkan orang lain untuk memperhatikan keadaannya dan sedikit mengurangi beban yang ia tahan sendirian.
Hingga suatu ketika aku merasakannya, merasakan permainan yang hampir membuat ku gila tuk menangisinya. Sendiri kesepian tanpa seorang kekasih maupun teman itu yang terasa disetiap malam. Sempat mengeluh ingin bebas dari semuanya, tetapi aku menerka-nerka kata itu. Bagaimana aku ingin bebas jika permainan ini “kita”-aku dan kamu- yang memulai? Membicarakannya saja belum dilakukan, apalagi diselesaikan? Sebenarnya kita apa aku saja yang harus berjuang mempertahankan semuanya? Dan dimana kamu, yang katanya selalu disampingku? Dimana dirimu ketika semua pertanyaan harus segera dijawab bukan digantungkan? Dimana? Kamu? Pikiran ku mulai melayang bersama pertanyaan-pertanyaan yang selalu memenuhi otakku hingga pipiku basah. Air mata itu jatuh, bukan hanya kali ini saja tapi untuk kesekian kalinya aku menangis. Aku tak tau bagaimana mengatasi dan menyelesaikannya, jika disini hanya aku saja yang merasakan bukan kamu atau kita. “sampai kapan aku akan bertahan dengan keadaan seperti ini? jika kamu tak cepat datang menjemputku” batinku disetiap tangis yang tak berujung.
Ah sudahlah untuk apa aku menangisi semua ini, tangisku hanya akan sia-sia jika kamu tak tau dan tak mengerti. Jika kamu tak paham akan arti tangis ini. Jika kamu tak segera menjemputku dari kesunyian ini. Jika kamu tak berbicara padaku apa arti tangisku ini? apa artinya tangisku ini dimatamu? Apa artinya tangisku ini ditelingamu? Apa artinya? Sesekali aku mencoba tak mengingat dan melupakan tentangmu sebentar, melihat seseorang yang disini denganku seakan dia seperti kamu disana yang kurindukan kedatangannya menjemputku. Bercanda dan bersenang-senang dengan dia disini membuat sejenak melupakanmu, yang semakin mengingatkan ku sosokmu. Aku terlalu merindukanmu, sayang. Berharap kamu datang menjemputku dan membawa ku pergi dari kesunyian ini. Apa kamu tak melihatnya dalam rapal doa yang selalu ku adukan kepada Tuhan?
Tiba saatnya kamu datang kepadaku, tanpa ku duga. Pikiran ku yang semula stabil normal, seketika menjadi negatif. Pertanyaan mulai muncul dalam otakku. Untuk apa kamu baru datang? Untuk apa kamu baru mengingatku? Untuk apa kamu baru sadar akan semuanya? Ku biarkan pertanyaan yang bermuncul itu menyelimuti isi otakku dan seharusnya aku senang melihatmu berdiri dihadapanku. Seharusnya aku bahagia melihat kamu menjemputku. Seharusnya aku membalas pelukan hangatmu yang mendekapku. Tapi nyatanya? Aku terdiam dan ragaku seakan membeku. Kamu akan kembali. Kamu masih mengingatku, walau dengan caramu. Kamu memang sadar akan semua yang terjadi, hanya sadarmu tak sepeka sadarku. Aku tau itu sayang.
Kini pertanyaanku yang mengantung terjawablah sudah semua. Dari kamu menghilang saat itu, membuat hubungan kita semakin dekat dan memahami bahwa hubungan yang kita lukis bukanlah hubungan yang sama seperti pasangan yang lain.


Kamu yang memakai jaket merah


     Caramu melihat dan menyapaku menggunakan ciri khasmu secara tidak langsung mampu membuat ukiran senyum diwajahku. Apalagi di saat kamu mencoba membuka topik pembicaraan, disetiap kata yang kamu keluarkan, mampu membuatku tertawa. Wajahmu yang masih lugu, cara bicaramu yang khas, badanmu yang tak terlalu tinggi dan gendut, sikapmu yang lembut, tatapan matamu yang membuat ku ingin bertemu denganmu lagi. Saat itumasih kurasakan hangatnya kedekatan kita walaupun hanya sesaat. saat itu juga kamu mencoba membuka topik pembicaraan ketika rasa malu mau menyelimuti kita. Saat itu aku masih jelas melihat raut wajahmu begitu dekat, dan saat itu (mungkin) topik pembicaraan kita harus berakhir. kamu berubah setelah pertemuan itu, mulai diam dan tak menyapaku lagi saat bertemu, hanya tatapan matamu yang seakan menjawab tanyaku ini. aku masih saja melihatmu dari jauh, saat dia sedang mencoba mengacak-acak pikiranku dan membuat hatiku gelisah tak menentu. Aku masih saja ingin bertemu denganmu, saat aku rindu awal pertama kamu menyapaku. Aku masih saja bertanya tentangmu, saat aku ingin tau kabarmu. Dan semua masih saja, kamu terdiam saat bertemu, tak menyapaku saat bertatap muka, namun kamu masih saja muncul dan hadir di saat aku sedang tak ingin menatap dia dan membutuhkan sosok dia. Saat itulah kamu muncul dihadapanku, meskipun aku dan kamu tak membuka topik pembicaraan (lagi) dan tak saling menyapa (lagi). Hanya tatapan mata yang mampu menjawabnya. Aku merindukan percakapan kita dulu dan aku hanya bisa melihat tubuhmu yang selalu memakai jaket merah.