Selasa, 29 Oktober 2013

Seharusnya Memandang Nyata



Lekukan senyum wajahmu memang indah
Seindah Tuhan mempertemukan kita
Menyapa sejuta tanya
Yang menyatukan pada ikatan cinta
Terbelai dalam asmara
Yang tak ingin saling melepas

Namun tangan lingkungan berkata lain
Membuka mata yang selama ini
Seharusnya memandang nyata
Bukan bermain-main dalam angan
Ataupun membuat asa dalam kekosongan

Kini…..Pudar lah ikatan cinta
Saat nyata menjadi tokoh utama
Dalam perjalanan kita
Pertemuan kita yang indah
Tak akan tertangisi
Dengan perpisahan yang terlambat
Tergores oleh kemurahan hati kita

Tercapailah Target Impian Ku


Langit masih bergelut dengan awan gelap, tiupan angin yang menyejukkan mulai menembus cela-cela tubuhku. Ku tarik selimut yang ku kenakan hingga menutupi leher. Sesaat kemudian jam bekerku berbunyi. Segera ku ambil dan mematikannya. Pagi ini aku akan bangun sedikit terlambat, karena dinginnya udara tak bisa ku lawan. Ku pejamkan mataku lagi dan ya berhasil.

"Syifaaaaa ayo bangun!" suara merdu nan lembut yang sudah tidak asing lagi di telingaku, suara mama yang setiap pagi tiada bosannya membangunkan ku.

"Iyaya ini bangun, mam." Jawabku dengan suara lemas.

"Iya jangan ngomong aja dong sayang. Ayo bangun sudah siang ini. Kamu tidak pergi ke sekolah?" tanyanya.

"Iya ini sudah bangun nih mam, sekolah dong ini kan masih pagi." Jelasku dengan mencoba mengangkat tubuh yang menempel di tempat tidur.

Selesai semuanya, aku siap untuk melangkah hari ini. Dengan honda beat aku melewati ruas jalan yang mengantarkan ku menuju ke sekolah. 15 menit sebelum bel masuk berbunyi, aku sudah berada di dalam kelas. Ini pertama kalinya, aku datang lebih awal dari sahabat-sahabatku. Biasanya aku yang paling akhir dari mereka, bahkan 5 menit sebelum bel masuk. Ku ambil sebuah buku pelajaran dari tas ku sambil menunggu mereka datang.

"Syifaaaaaa, dengarkan ini dengarkan aku!" suara Sherin dari arah pintu kelas berjalan menghampiri mejaku.

"Iya, Sherin. Ada apa kamu memanggil ku sampai begitu?" Tanyaku penasaran.

"Kakak saudara ku di terima di UA. Kamu kerumahku ya? Ada syukuran sama ku kenalkan kamu dengan kakak saudaraku. Kan kamu juga pengen di situkan. Mau ya?” Jelasnya.

"Iya, tapi bagaimana ya, Sher?" guman ku.

"Sudah ayolah besokkan libur, nanti tak jemputdeh. Aku juga meminta Sita dan Sherly untuk datang nanti malam. Mau ya, Syifa? Aku jemput jam 7." pinta Sherin padaku.

"Iyadeh ya, aku mau. Okedeh, tak tunggu."

Kemudian bel masuk berbunyi. Murid-murid SMA KUSUMA BANGSA memasuki ruang kelas masing-masing. Pembelajaran pun dimulai hingga selesai. Sepulang sekolah, aku merebahkan badanku ditempat tidur dan memandang langit-langit kamar ku. “Sebenarnya impianku ingin menjadi seorang dokter, namun terkadang impian ku di perdebatkan oleh orang tua ku. Aku masih ingat kalimat papa saat itu “Syifa, setelah lulus nanti kamu masuk pertanian atau perpajakan saja. Itu lebih mudah daripada kamu memilih kedokteran.” mama mendukung usul papa yang membuatku semakin bingung dengan pilihanku akan kemana setelah lulus nanti” batinku dalam hati. Hingga tak terasa aku tertidur.

"Sayang, ayo bangun. Sudah jam berapa ini? Kamu tidak sholat?" suara lembut mama membangunkan tidur siangku.

Aku langsung bangun "Jam berapa ini mama? Aku ada janji sama Sherin?"

"Masih jam 5 kok, kamu ada janji apa sayang?" tanya mama.

“Dia menyuruhku datang ke syukurannya kakak saudara yg di terima di UA, dia menjemputku nanti." jelasku.

"Di UA? Jurusan apa?"

"Entahlah mam, Sherin tidak memberitahuku. Tapi dia akan mengenalkanku pada kakak saudaranya itu."

"Ya sudah cepat mandi dan sholat sana, biar nanti Sherin menjemputmu ia tak menunggu lama." Perintah mama.

"Iya, mama."

Setelah mandi, aku menyiapkan barang yang akan ku bawa untuk nanti. Jam 7, Sherin sudah menjemputku. 15 menit kemudian, kami berdua sampai dirumah yang megah, mewah, dan ramai, itu rumah Sherin. Disana sudah ada Sherly dan Sita serta teman-teman kakak saudara Sherin, kak sarah.

"Sherin kemari ajak teman-temanmu." Dari kejauhan kak Sarah memanggil Sherin.

"Ayo, Syifa, Sita, Sherly kesana." Ajakan Sherin dengan menunjuk kearah kak Sarah.

Kebahagian acara itu terlihat dari canda dan tawa teman-teman kak Sarah yang hadir. Di hadapanku ada seorang wanita berjilbab pink dengan lekukan senyum bahagia menghiasi wajah cantiknya. Ia adalah kak Sarah.

"Hai Syifa, apa kabar?" sapa kak Sarah padaku.

"Alhamdulillah baik kak, selamat ya kak aku turut bahagia." ku jabat tangan kak Sarah.

"Iya, terimakasih juga sudah menyempatkan untuk hadir diacaraku, Syifa." jelasnya.

"Iya kak Sarah, sama-sama."

Belum sempat panjang lebar mengobrol teman-teman kak Sarah sudah memintanya untuk bergabung kesana.

“Aku tinggal dulu ya, Syifa. Kamu nikmati dulu makanannya." kata kak Sarah.

Belum sempat ku jawab, kak Sarah sudah meninggalkanku. Aku dan teman-teman menikmati makanan yang disajikan. Awan semakin gelap, hanya sinar bulan yang menerangi bumi. Aku diantarkan pulang oleh Sita dan Sherly, setelah kami bertiga berpamitan kepada kak Sarah dan keluarga Sherin. Sesampai dirumah, aku bergegas menuju kamar. Ku rebahkan badanku ditempat tidur.

         Ponselku berbunyi, seketika aku terbangun dari tidur lelapku. Aku membaca pesan masuk tersebut dengan mata yang masih remang-remang. Saat itu juga aku langsung terkejut ketika membaca salah satu kalimatnya.  Aku terbangun dari tempat tidurku dan melihat kearah jam dinding. Syukurlah masih jam 5 pagi. Aku mencoba melihat dan membaca lagi pesan di ponselku, ternyata pesan itu dari kak Sarah yang mengajakku jogging dengan Sherin, Sita, dan Sherly. Pukul 5.30 aku sudah siap untuk jogging dengan kak Sarah dan sahabat-sahabatku.

Mulai saat itulah, aku dan kak Sarah semakin dekat, layaknya seorang kakak dengan adik perempuannya. Jika aku ada masalah, kak Sarah lah orang kedua yang membantuku setelah aku bercerita pada mama. Jika ada sesuatu hal yang tak bisa dan aku bingung, aku selalu bertanya kepada kak Sarah. Begitu pula sebaliknya. Kak Sarah juga tak cuma-cuma memberi ku apapun yang ia punya, ia juga menceritakan padaku bagaimana dia bisa sampai sekarang ini menjadi mahasiswa di UA. Ia juga menasehati ku, aku harus apa dan bagaimana untuk menuju ke universitas yang ku impikan setelah lulus SMA ini.

         Tiga tahun bukanlah waktu yang lama untuk ditempuh jika melewatinya dengan rasa keikhlasan. Kini aku lulus SMA dengan tangis kebahagiaan yang menghampiriku. Aku lulus dengan hasil yang memuaskan dan kedua orang tua ku lebih bangga melihatku ketika aku di terima di UA. Meskipun sebelumnya sempat berdebat, tetapi akhirnya orang tua ku menuruti kemauanku.

         Waktu akan terus berjalan maju, menuntun mereka yang menggunakannya dengan bijaksana dan adil. Begitu juga dengan menjadi mahasiswa di UA, semakin hari semakin banyak persaingan yang tiada hentinya untuk melangkah mencapai target masing-masing. Namun aku belum selesai mencapai targetku, aku masih harus berjuang untuk mencapainya. Selama menjadi mahasiswa di UA, aku juga tidak merepotkan orang tua ku untuk membayar kuliah ku karena aku mendapat beasiswa hingga kuliah ku selesai nanti. Dan kurasa enam tahun sudah aku menjadi mahasiswa UA, sekarang aku lulus kuliah dengan IP diurutan ke lima dalam kedokteran. Satu tahun kemudian, aku mengabdikan diriku di rumah sakit Adifa yang cukup terkenal di daerah Surabaya.

         Lekukan senyum yang menghiasi wajah kedua orang tua ku, terlihat semakin lebar dengan tangis bahagia melihat kesuksesan yang ku peroleh sekarang. “Syifa mohon maaf kalau sikap dan tingkah laku Syifa yang dulu kepada mama dan papa, Syifa sayang sama mama dan papa. Syifa akan mendampingi mama dan papa pergi ke tanah suci.” Seraya memeluk mereka berdua dengan air mata yang membasahi kedua pipi ku.

“Sayang, papa dan mama sudah pasti memaafkan itu semua. Papa dan mama sudah bahagia melihat kamu mencapai cita-citamu sekarang, yang dulu sering papa dan mama pertimbangkan untukmu agar tidak memilihnya.” Jelas papa.

         Tak lupa aku bersyukur pada-MU atas semuanya yang telah Engkau berikan kepada ku hingga aku menjadi seorang dokter yang cukup terkenal. Aku bersyukur juga Engkau telah mempertemukan ku dengan orang-orang yang mengantarkan ku pada impian ku.

         Sudah lama aku tak bertemu kak Sarah dan sahabat-sahabatku, setelah lulus SMA saat itu. Aku juga masih ingat kalimat terakhir yang ku ucapkan pada mereka, “Sampai ketemu nanti, semoga kita berempat berhasil mencapai impian yang kita ukir bersama dan bertemu di kemudian hari.”

         Hari ini jam kerja ku di rumah sakit tidak ada, ku putuskan untuk mencoba menghubungi nomor telepon sahabat-sahabatku dan kak Sarah, aku berniat mengundangnya untuk datang ke rumah ku. Dan malam itu mereka datang, hampir saja aku tak mengenali mereka. Penampilan dahulu yang ku temui sewaktu SMA, sekarang sudah jelas berubah. Sherin menjadi arsitektur, Sita menjadi direktur bank di Surabaya, Sherly menjadi dosen, dan kak Sarah menjadi dokter gigi. Kami saling bertukar pengalaman mengenai perjalanan kesuksesan masing-masing dengan canda dan tawa yang menghiasi malam itu hingga kami terlelap dalam tidur.

         Kini lengkap sudah kebahagiaan ku Tuhan, aku bersyukur kepada-MU. Aku telah berhasil mencapai target impian ku.