Kamis, 16 April 2015

Still Hope Part 2

Aku menyadari semuanya saat jarak begitu terlihat jelas setelah pertengkaran karna rasa cemburu dan rasa tertutupku. Ingin berbicara namun kadang kalian masih ingin bercerita dengan masalah kalian. Ingin jujur tapi mungkin kalian tak percaya padaku. ingin terbuka dan berbagi sukaduka namun kadang alunan cerita setiap dari kalian ingin didengarkan olehku atau yang lain. Rasanya masih ingin hingga sampai sekarang, belum ku katakan secara jelas pada kalian, Sahabat.
    Rindu kebersamaan kalian itu sudah pasti, bahkan rasanya sisa dari masa SMA ini ingin menciptakan kenangan terindah dengan kalian, Sahabat. Mengulang dahulu itu tak akan mungkin sama di keadaan yang sekarang. Hanya aku ingin sekali ini saja kita berkumpul melapiaskan rindu secara benar; melupakan kegiatan-kegiatan kita dengan oranglain ataupun dia yang selalu menggangu pikiran kita jatuh hati hingga jatuh kecewa. Jika permintaan ini terlalu egois, aku meminta kalian memaafkanku. Aku tak bisa berpikir lagi untuk menyatukan kita yang sebenarnya melapiaskan cerita sukaduka selalu terhalang dengan yang lain. Padahal kita juga jarang berkumpul dalam satu ruang yang sama dan memerlukan waktu yang lama untuk menyatukan. Apa mungkin ini sudah menjadi kebiasaan kita, yang tak bisa sedikit menghargai pertemuan persahabatan? Apa mungkin kalian sudah merelakan waktu yang sudah kita luangkan ini berakhir sia-sia? Dan apa mungkin kalian sudah tak menggangap pertemuan ini tak penting untuk mepererat persahabatan kita?
Andai hembusan angin bisa membawa isi pikiranku kepada kalian agar kalian mengerti bahwa aku juga ingin merasakan tertawa, tersenyum dan bernyanyi bersama dalam satu ruang yang sama dengan kalian, Sahabat. Semua masih andai namun bukankah tak ada kata terlambat untuk menciptakan kenangan bersama kalian, sebelum akhirnya benar-benar berpisah?



orang yang masih merindukan pertemuan
Masih berada dalam ruang yang berbeda
Masih cemburu kepada kalian Sahabatku
Nifaturohma, Sherine Nur Hiza,
Alfa Nuril dan Dinda Ayu

Still Hope Part 1

         Malam ini langit tak meneteskan air matanya, namun kemarin langit begitu menangis secara deras. Hingga aku tak mampu melihat bintang, bahkan sinar rembulan redup. Hembusan angin dan dingin melarang setiap insan untuk muncul keluar melihat apa yang terjadi. Namun aku menentang itu dengan keadaan jiwa dan fisikku –yang lemah karna memikirkan hal yang seharusnya segera ku bicarakan- untuk kuat. Ah tapi sudahlah itu kemarin, ia sudah menjadi kenangan. Hanya saja, perasaan yang ada di dalam hati seakan berkompromi lagi dengan pikiran untuk segera diungkapkan.
          Saat itu, aku tak ada maksud ingin membuka diary satu dan dua tahun lalu tapi apa daya ku bisa menahan tangan ini untuk membuka setiap lembaran dengan membaca hasil tulisan suka dan duka bersama mereka. Senyuman setiap pagi saat tiba disekolah, sapaan dan teriakan selamat pagi, alunan cerita suka dan duka, bernyanyi untuk saling menghibur, berfoto dengan senyum meski hati tak sehat, belajar dengan bernyanyi, mencontek dengan polosnya, mendukung meski tak sependapat dan melapiaskan rindu dengan sms atau chat walaupun kita tau selalu berada dalam ruang yang sama, sebelum akhirnya berpisah.
          Waktu adalah masa untuk menciptakan kebahagiaan, menciptakan persahabatan dan menciptakan kenangan; untuk segera dikenang atau diabaikan. Jalan yang kita pilih memang berbeda, kita tak bisa menentangnya karna kita tau ini jalan menuju masa depan yang sudah kita rangkai. Kebahagiaan dan kesedihan sudah menjadi satu paket, wajar saja bukan jika itu sekarang terjadi pada kita. Berjalan keluar dari kebiasaan yang dulu kita lakukan, itu tak bisa ku lakukan dengan mudah. Terkadang aku bahagia kita akan tumbuh lebih dewasa dengan perbedaan dan tak saling bertemu.  Terkadang aku juga sedih mengapa aku tak berkata jujur kepada kalian bahwa tak ada yang bisa menggantikan kalian sebagai sahabatku selama SMA, meski ruang yang kita tepati berbeda. Ku kira kebersamaan dalam satu ruang ini tetap ada, hingga aku melupakan untuk berkata bahwa aku bahagia dengan persahabatan ini kepada kalian -walaupun kita mempunyai karakter yang berbeda- sebelum akhirnya berpisah.
          Aku tak bisa berkata apapun saat meluangkan waktu sebentar untuk berkumpul dengan kalian. Entah apa yang membuat aku tak bisa berkata apa yang sebenarnya kurasakan, karna aku merasa ada yang berbeda. Kalian masih dalam ruang sama, aku masih dalam ruang berbeda dengan kalian. Muncul jarak antara aku dan kalian, alunan cerita suka duka, senyum, sapaan dan teriakan yang pernah ku ucap atau ku dengar tak bisa ku rasakan sama karna terbatas oleh waktu dan jarak. Semua berjalan perlahan namun pasti, seakan kalian ingin pergi meninggalkan aku dalam kediaman, kebisuan dan ketertutupan oleh adanya keterbatasan itu; waktu dan jarak.
          Masih bolehkah, aku memohon kepada Allah agar kalian dapat berkumpul dengan aku, seperti dulu walaupun keadaan sudah tak sama? Masih diizinkankah, aku datang kembali kepada kalian dengan ketertinggalan diriku selama aku tak berada disamping kalian? Dan masih bolehkah aku meminta kalian untuk memaafkan aku karna pasti kalian beranggapan aku selalu mementingkan dia?

Kamu yang Memakai Jaket Merah (2)

      Mentari seakan enggan untuk beranjak dari kediamannya. Sedangkan mendung masih menyelimuti bumi dengan hembusan angin yang dingin. Mungkin kemarin malam, langit meneteskan air mata dan sebentar lagi akan muncul pelangi dengan keindahannya yang mampu menarik setiap insan untuk mengagumi pagi ini meski mentari tak menghangatkan bumi. Siapapun yang melihat pelangi itu sungguh saat beruntung, kecuali aku. Aku tak bisa melihatnya karna kecerobohanku yang terlarut dalam bayangan malam kemarin hingga tidurku sangat pulas. Hanya ada rasa kecewa namun menyesal juga tak akan bisa mengubah keadaan.
            Bayangan malam kemarin hingga sekarang masih menyelimuti perasaan dan mengusik isi kepalaku. Entah mengapa ia tak mau pergi, padahal aku sudah berencana untuk membuangnya jauh. Sedikit ku ingat, sapa dan candanya hanya bisa ku lihat dari jauh. Walaupun aku bisa dekat memandangnya, itu hanya karna temannya dulu yang mencintaiku sekarang. Setiap kali bertemu, kedua bola mata kita kadang saling bertemu. Mungkin kau hanya terkejut dengan aku dan kenapa aku bisa dengan temanmu. Tapi apa pedulimu kepadaku? Meskipun kau menghampiri temanmu yang disampingnya ada aku, kau masih saja diam. Kau masih saja cuek dan kau masih saja tak menyapa.
Bahkan saat berbicara dengan temanmu itu, kau seperti ingin cepat-cepat mengakhir pembicaraan. Hal itu terlihat jelas saat kau sekejap melihat ke arahku dan kemudian memalingkan muka dari padanganku. Aku melihatnya namun aku berpura-pura tak peduli bahwa tanganmu sekarang sedang berjabatan tangan dengan tangan temanmu itu. Kemudian tanganmu berada tepat didepanku, aku tak percaya kau lakukan itu untuk pertama, setelah topik pembicaraan kita berakhir. Ada rasa canggung dan malu, saat tangan kita bertemu. namun aku segera melepas karna aku tau itu tak akan bisa mengubahmu untuk berbicara kepadaku setiap kali bertemu dengan atau tanpa temanmu itu. mungkin saja kau terpaksa menjabat tangan denganku karna menghormati temanmu yang ada disebelahku. Kau berjalan perlahan mulai menjauh dengan jaket merah dan aku hanya bisa memandangi punggungmu dari kejauhan yang terlihat semakin kecil lalu menghilang. Aku juga tak mengerti mengapa masih dipertemukan jika nyatanya kau masih tak ingin menyapa atau berbicara denganku, walau sebentar. Ah ini sudah menjadi wajar bukan? Kau melakukan hal itu padaku. Bodohnya aku yang masih menulis setiap melihat kau berada tepat dalam pandangan kedua bola mataku.


orang yang masih bertahan
mengagumi dirimu
yang memakai jaket merah