Malam ini langit tak
meneteskan air matanya, namun kemarin langit begitu menangis secara deras.
Hingga aku tak mampu melihat bintang, bahkan sinar rembulan redup. Hembusan
angin dan dingin melarang setiap insan untuk muncul keluar melihat apa yang
terjadi. Namun aku menentang itu dengan keadaan jiwa dan fisikku –yang lemah
karna memikirkan hal yang seharusnya segera ku bicarakan- untuk kuat. Ah tapi
sudahlah itu kemarin, ia sudah menjadi kenangan. Hanya saja, perasaan yang ada
di dalam hati seakan berkompromi lagi dengan pikiran untuk segera diungkapkan.
Saat itu, aku tak ada maksud ingin membuka diary satu dan
dua tahun lalu tapi apa daya ku bisa menahan tangan ini untuk membuka setiap
lembaran dengan membaca hasil tulisan suka dan duka bersama mereka. Senyuman
setiap pagi saat tiba disekolah, sapaan dan teriakan selamat pagi, alunan
cerita suka dan duka, bernyanyi untuk saling menghibur, berfoto dengan senyum
meski hati tak sehat, belajar dengan bernyanyi, mencontek dengan polosnya,
mendukung meski tak sependapat dan melapiaskan rindu dengan sms atau chat
walaupun kita tau selalu berada dalam ruang yang sama, sebelum akhirnya
berpisah.
Waktu adalah masa untuk menciptakan kebahagiaan,
menciptakan persahabatan dan menciptakan kenangan; untuk segera dikenang atau
diabaikan. Jalan yang kita pilih memang berbeda, kita tak bisa menentangnya
karna kita tau ini jalan menuju masa depan yang sudah kita rangkai. Kebahagiaan
dan kesedihan sudah menjadi satu paket, wajar saja bukan jika itu sekarang
terjadi pada kita. Berjalan keluar dari kebiasaan yang dulu kita lakukan, itu
tak bisa ku lakukan dengan mudah. Terkadang aku bahagia kita akan tumbuh lebih
dewasa dengan perbedaan dan tak saling bertemu.
Terkadang aku juga sedih mengapa aku tak berkata jujur kepada kalian
bahwa tak ada yang bisa menggantikan kalian sebagai sahabatku selama SMA, meski
ruang yang kita tepati berbeda. Ku kira kebersamaan dalam satu ruang ini tetap
ada, hingga aku melupakan untuk berkata bahwa aku bahagia dengan persahabatan
ini kepada kalian -walaupun kita mempunyai karakter yang berbeda- sebelum
akhirnya berpisah.
Aku tak bisa berkata apapun saat meluangkan waktu sebentar
untuk berkumpul dengan kalian. Entah apa yang membuat aku tak bisa berkata apa
yang sebenarnya kurasakan, karna aku merasa ada yang berbeda. Kalian masih
dalam ruang sama, aku masih dalam ruang berbeda dengan kalian. Muncul jarak
antara aku dan kalian, alunan cerita suka duka, senyum, sapaan dan teriakan
yang pernah ku ucap atau ku dengar tak bisa ku rasakan sama karna terbatas oleh
waktu dan jarak. Semua berjalan perlahan namun pasti, seakan kalian ingin pergi
meninggalkan aku dalam kediaman, kebisuan dan ketertutupan oleh adanya
keterbatasan itu; waktu dan jarak.
Masih
bolehkah, aku memohon kepada Allah agar kalian dapat berkumpul dengan aku,
seperti dulu walaupun keadaan sudah tak sama? Masih diizinkankah, aku datang
kembali kepada kalian dengan ketertinggalan diriku selama aku tak berada
disamping kalian? Dan masih bolehkah aku meminta kalian untuk memaafkan aku
karna pasti kalian beranggapan aku selalu mementingkan dia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar