Rabu, 06 Mei 2015

Friendship

            Mentari masih saja enggan menghangatkan bumi, namun awan putih juga enggan tuk pergi. Berjalan dalam keheningan yang gelap tuk membuka kedua bola mata karna adzan shubuh telah berkumandang. Membasuh setiap lekukan yang telah dihias oleh-Nya dengan air yang mencoba mengajakku tuk merasakan nikmat hari ini.
            Ku rebahkan diriku kembali ketika kewajibanku kepada Allah telah ku laksanakan pagi ini. Aku hanya bisa berucap Alhamdulillah dan Subhanallah dengan segala ridha-Nya. Aku tak bisa mengatakan dengan lisan, bahkan tulisan ini sudah tertulis rapi itu adalah ungkapan dari hati yang sedang bahagia. Ingin rasanya mengadu dan memohon untuk membiarkan kebahagiaan bersama ku walaupun sekejap. Really, I’m happy with myfamily and my friendship. Aku tak tau harus cepat-cepat menyelesaikan bahagiaku atau aku harus menerima sedih ketika bahagia datang? Suka duka akan selalu satu paket, setauku.
        Kesempatan bahagia itu ada, jika aku mencoba mengusik kesibukan yang memperdebatkan kapan dan bagaimana diantara kita. Kegelisahan, keirihan hati dan kerinduan selalu menjadi satu, saat aku tak bertemu dengan kalian. Berpikir positif tentang hubungan persahabatan kita baik-baik saja itu sungguh sangat menyesakkan dada. Bagaimana bisa diriku berpikir seperti itu jika diantara kalian masih menyembunyikan sesuatu? Aku bisa menebaknya, namun apadayaku kecemburuanku kepada kalian selalu menutup pikiranku. Ku yakin bisa melawan rasa cemburuku, namun aku tidak berdaya jika kalian tidak berbicara kepadaku apa yang sebenarnya terjadi.
            Mendengarkan setiap kata yang terucap dari mulut entah itu dusta atau jujur. Aku hanya ingin mendengar, mereka berbicara semuanya karna aku yang tertinggal dengan berita sepenting ini menyangkut persahabatan kita. Awal cerita aku hanya menjadi pendengar setia, menyarankan hal yang baik seperti perdana menteri dan lalu kemudian terangkat naik untuk mengambil suatu ide layaknya seorang penasehat agung. Hanya angin yang bisa membawa suara hatiku, bagaimana sebenarnya jawaban masalah ini. Aku hanya tak ingin menyakiti hati sahabatku yang masih ingin bersama dengan orang yang dicintainya meski tau, dia sebab merenggang hubungan persahabatan. Namun aku senang, melihat kita utuh dalam satu tempat walaupun rintik hujan terlihat deras bersama tawa bahagia kita kala siang itu. Bahkan semua keirian yang selama ini aku punya, telah terhapus sudah. Aku terlalu menyayangi mereka hingga aku lupa mengendalikan cemburuku. Aku selalu cemburu kepada mereka karna tak bisa bersama, tetapi yang sebenarnya mereka mengingatku di hati kecilnya yang paling dalam; bahwa sahabat sejati itu ada.
            Sungguh ketika hujan malam itu di angka 2 bulan mei tiba, hujan begitu deras seakan ingin menunjukkan bahwa esok akan ada pelangi; berwarna di antara kedua bola mata sahabat-sahabatku. Ternyata langit juga ingin mendengarkan kisah persahabatan ku walau sahabat itu tak harus selalu ada bersama, namun dia akan paling ada di saat semua menjauh mendengar apa adanya kejujuran yang keluar dari mulut dan hati.  Walau sahabat itu tak harus selalu terlihat bahagia didepan oranglain yang ingin menjatuhkan, namun dia akan paling ada mendukungmu dengan segenap apa yang ia miliki untuk membantumu bangkit dari semuanya. Walau sahabat itu tak harus selalu berkomunikasi layaknya pacar, namun dia akan paling utama merasakan apa yang sebenarnya terjadi pada hati kecilmu yang ingin berkata.

            Memang waktu adalah masa untuk menciptakan kebahagiaan, menciptakan persahabatan dan menciptakan kenangan; untuk segera dikenang atau diabaikan. Itu kalimatku yang ku tulis untuk kalian sahabatku yang perlahan akan menjadi nyata seiring waktu bergerak searah jarum jam. I know about true friendship that despite the separate but little hearts will they always wanted to meet and together. Happy Anniversary Friendship, wish Allah bless us, always healthy, longlife and success be proud my parents. Amin. Nifaturrohma Sulistyo Rini, Sherine Nurhiza Prapta Kurnia, Alfa Nuril Imaniar and Dinda Ayu Saraswati. We’re bestfriend forever.



Kamis, 16 April 2015

Still Hope Part 2

Aku menyadari semuanya saat jarak begitu terlihat jelas setelah pertengkaran karna rasa cemburu dan rasa tertutupku. Ingin berbicara namun kadang kalian masih ingin bercerita dengan masalah kalian. Ingin jujur tapi mungkin kalian tak percaya padaku. ingin terbuka dan berbagi sukaduka namun kadang alunan cerita setiap dari kalian ingin didengarkan olehku atau yang lain. Rasanya masih ingin hingga sampai sekarang, belum ku katakan secara jelas pada kalian, Sahabat.
    Rindu kebersamaan kalian itu sudah pasti, bahkan rasanya sisa dari masa SMA ini ingin menciptakan kenangan terindah dengan kalian, Sahabat. Mengulang dahulu itu tak akan mungkin sama di keadaan yang sekarang. Hanya aku ingin sekali ini saja kita berkumpul melapiaskan rindu secara benar; melupakan kegiatan-kegiatan kita dengan oranglain ataupun dia yang selalu menggangu pikiran kita jatuh hati hingga jatuh kecewa. Jika permintaan ini terlalu egois, aku meminta kalian memaafkanku. Aku tak bisa berpikir lagi untuk menyatukan kita yang sebenarnya melapiaskan cerita sukaduka selalu terhalang dengan yang lain. Padahal kita juga jarang berkumpul dalam satu ruang yang sama dan memerlukan waktu yang lama untuk menyatukan. Apa mungkin ini sudah menjadi kebiasaan kita, yang tak bisa sedikit menghargai pertemuan persahabatan? Apa mungkin kalian sudah merelakan waktu yang sudah kita luangkan ini berakhir sia-sia? Dan apa mungkin kalian sudah tak menggangap pertemuan ini tak penting untuk mepererat persahabatan kita?
Andai hembusan angin bisa membawa isi pikiranku kepada kalian agar kalian mengerti bahwa aku juga ingin merasakan tertawa, tersenyum dan bernyanyi bersama dalam satu ruang yang sama dengan kalian, Sahabat. Semua masih andai namun bukankah tak ada kata terlambat untuk menciptakan kenangan bersama kalian, sebelum akhirnya benar-benar berpisah?



orang yang masih merindukan pertemuan
Masih berada dalam ruang yang berbeda
Masih cemburu kepada kalian Sahabatku
Nifaturohma, Sherine Nur Hiza,
Alfa Nuril dan Dinda Ayu

Still Hope Part 1

         Malam ini langit tak meneteskan air matanya, namun kemarin langit begitu menangis secara deras. Hingga aku tak mampu melihat bintang, bahkan sinar rembulan redup. Hembusan angin dan dingin melarang setiap insan untuk muncul keluar melihat apa yang terjadi. Namun aku menentang itu dengan keadaan jiwa dan fisikku –yang lemah karna memikirkan hal yang seharusnya segera ku bicarakan- untuk kuat. Ah tapi sudahlah itu kemarin, ia sudah menjadi kenangan. Hanya saja, perasaan yang ada di dalam hati seakan berkompromi lagi dengan pikiran untuk segera diungkapkan.
          Saat itu, aku tak ada maksud ingin membuka diary satu dan dua tahun lalu tapi apa daya ku bisa menahan tangan ini untuk membuka setiap lembaran dengan membaca hasil tulisan suka dan duka bersama mereka. Senyuman setiap pagi saat tiba disekolah, sapaan dan teriakan selamat pagi, alunan cerita suka dan duka, bernyanyi untuk saling menghibur, berfoto dengan senyum meski hati tak sehat, belajar dengan bernyanyi, mencontek dengan polosnya, mendukung meski tak sependapat dan melapiaskan rindu dengan sms atau chat walaupun kita tau selalu berada dalam ruang yang sama, sebelum akhirnya berpisah.
          Waktu adalah masa untuk menciptakan kebahagiaan, menciptakan persahabatan dan menciptakan kenangan; untuk segera dikenang atau diabaikan. Jalan yang kita pilih memang berbeda, kita tak bisa menentangnya karna kita tau ini jalan menuju masa depan yang sudah kita rangkai. Kebahagiaan dan kesedihan sudah menjadi satu paket, wajar saja bukan jika itu sekarang terjadi pada kita. Berjalan keluar dari kebiasaan yang dulu kita lakukan, itu tak bisa ku lakukan dengan mudah. Terkadang aku bahagia kita akan tumbuh lebih dewasa dengan perbedaan dan tak saling bertemu.  Terkadang aku juga sedih mengapa aku tak berkata jujur kepada kalian bahwa tak ada yang bisa menggantikan kalian sebagai sahabatku selama SMA, meski ruang yang kita tepati berbeda. Ku kira kebersamaan dalam satu ruang ini tetap ada, hingga aku melupakan untuk berkata bahwa aku bahagia dengan persahabatan ini kepada kalian -walaupun kita mempunyai karakter yang berbeda- sebelum akhirnya berpisah.
          Aku tak bisa berkata apapun saat meluangkan waktu sebentar untuk berkumpul dengan kalian. Entah apa yang membuat aku tak bisa berkata apa yang sebenarnya kurasakan, karna aku merasa ada yang berbeda. Kalian masih dalam ruang sama, aku masih dalam ruang berbeda dengan kalian. Muncul jarak antara aku dan kalian, alunan cerita suka duka, senyum, sapaan dan teriakan yang pernah ku ucap atau ku dengar tak bisa ku rasakan sama karna terbatas oleh waktu dan jarak. Semua berjalan perlahan namun pasti, seakan kalian ingin pergi meninggalkan aku dalam kediaman, kebisuan dan ketertutupan oleh adanya keterbatasan itu; waktu dan jarak.
          Masih bolehkah, aku memohon kepada Allah agar kalian dapat berkumpul dengan aku, seperti dulu walaupun keadaan sudah tak sama? Masih diizinkankah, aku datang kembali kepada kalian dengan ketertinggalan diriku selama aku tak berada disamping kalian? Dan masih bolehkah aku meminta kalian untuk memaafkan aku karna pasti kalian beranggapan aku selalu mementingkan dia?

Kamu yang Memakai Jaket Merah (2)

      Mentari seakan enggan untuk beranjak dari kediamannya. Sedangkan mendung masih menyelimuti bumi dengan hembusan angin yang dingin. Mungkin kemarin malam, langit meneteskan air mata dan sebentar lagi akan muncul pelangi dengan keindahannya yang mampu menarik setiap insan untuk mengagumi pagi ini meski mentari tak menghangatkan bumi. Siapapun yang melihat pelangi itu sungguh saat beruntung, kecuali aku. Aku tak bisa melihatnya karna kecerobohanku yang terlarut dalam bayangan malam kemarin hingga tidurku sangat pulas. Hanya ada rasa kecewa namun menyesal juga tak akan bisa mengubah keadaan.
            Bayangan malam kemarin hingga sekarang masih menyelimuti perasaan dan mengusik isi kepalaku. Entah mengapa ia tak mau pergi, padahal aku sudah berencana untuk membuangnya jauh. Sedikit ku ingat, sapa dan candanya hanya bisa ku lihat dari jauh. Walaupun aku bisa dekat memandangnya, itu hanya karna temannya dulu yang mencintaiku sekarang. Setiap kali bertemu, kedua bola mata kita kadang saling bertemu. Mungkin kau hanya terkejut dengan aku dan kenapa aku bisa dengan temanmu. Tapi apa pedulimu kepadaku? Meskipun kau menghampiri temanmu yang disampingnya ada aku, kau masih saja diam. Kau masih saja cuek dan kau masih saja tak menyapa.
Bahkan saat berbicara dengan temanmu itu, kau seperti ingin cepat-cepat mengakhir pembicaraan. Hal itu terlihat jelas saat kau sekejap melihat ke arahku dan kemudian memalingkan muka dari padanganku. Aku melihatnya namun aku berpura-pura tak peduli bahwa tanganmu sekarang sedang berjabatan tangan dengan tangan temanmu itu. Kemudian tanganmu berada tepat didepanku, aku tak percaya kau lakukan itu untuk pertama, setelah topik pembicaraan kita berakhir. Ada rasa canggung dan malu, saat tangan kita bertemu. namun aku segera melepas karna aku tau itu tak akan bisa mengubahmu untuk berbicara kepadaku setiap kali bertemu dengan atau tanpa temanmu itu. mungkin saja kau terpaksa menjabat tangan denganku karna menghormati temanmu yang ada disebelahku. Kau berjalan perlahan mulai menjauh dengan jaket merah dan aku hanya bisa memandangi punggungmu dari kejauhan yang terlihat semakin kecil lalu menghilang. Aku juga tak mengerti mengapa masih dipertemukan jika nyatanya kau masih tak ingin menyapa atau berbicara denganku, walau sebentar. Ah ini sudah menjadi wajar bukan? Kau melakukan hal itu padaku. Bodohnya aku yang masih menulis setiap melihat kau berada tepat dalam pandangan kedua bola mataku.


orang yang masih bertahan
mengagumi dirimu
yang memakai jaket merah

Rabu, 11 Juni 2014

Bintang itu Berkedip Padaku

        Diantara gelap yang menyelimuti bumi, ternyata ada bintang yang berkedip pada ku, kala itu. terlintas di logika ku untuk sekejap melihatnya. kemudian mata ku terpejam, sapaan itu datang menyapa keheningan. Hanya sekedar kata yang biasanya tertulis namun bermakna dalam; mencoba memasuki sela-sela hati. Tak ada alasan apapun yang bisa terucap ingin rasanya cepat membalas, ketika sapaan itu tak terbalas oleh ku. Terasa lidah keluh dan mbatin menyeruh dengan lembut untuk menenangkan sapaan itu dengan kesabaran.
            Mungkin saja masih teringat, walau kadang hanya sebutir kata yang terucap kemudian berlari jauh. Aku hanya mengiyainya dengan segala hal yang tertulis melalui ketikan jemari lembutmu. Tak ada yang lebih saat itu, namun seakan kita saling mengetahui satu sama lain dan bertemu karna sudah lama tak berjumpa.
            Sinarnya mentari masih sehangat jemarimu yang menggenggam sela-sela jemari tanganku dan tatapan mata itu, sungguh menenangkan jiwa hingga aku lupa untuk mejawab pertanyaan yang kau tanyakan. Katamu pertanyaan yang terlalu cepat tuk dikatakan, karna aku terlalu cepat mengalihkan ucapanmu. Kadang aku masih membingungkan perasaan ku dengan apa yang ku lakukan. Badan tinggi dan kesederhanaan cara berpakaian yang kau punya masih terbayang melintasi setiap perasaan ketika aku berdoa pada Allah. Entah aku harus mengatasinya dengan perasaan yang bagaimana? Jika nyatanya berada di sela-sela jemarimu mampu membuatku nyaman dengan kesederhanaan yang kau punya. Apa aku sedang merangkai asa yang ku temukan dengan kamu karna berbeda dengan dia; orang dulu sempat menyembunyikan aku dari mata iri. Atau kau hanya memanjakan ku saja tuk meluluhkan hati ini?
            Entah darimana asalnya bintang yang berkedip itu menghampiriku dengan segala kesederhanaan yang mampu membuat nyaman, berbeda dengan dia yang sudah berubah dengan keterlambatan menyatukan kepercayaan menjadi utuh lagi? Seakan ingin melepas usaha yang ku lakukan merubahnya dan menggenggam bintang yang berkedip kepada ku, kala itu.


Tak Pernah Terlintas Sebelumnya

         Entah harus ku mulai bagaimana dan darimana? Langit pun tak meneteskan air matanya, bahkan matahari masih terasa hangat walaupun bulan telah menyalakan kehidupan di bumi dalam kegelapan. salah satu temanku bercerita, aku mencoba memahaminya walaupun itu nyata ataupun dusta di dalam setiap kalimat yang dikeluarkan, aku tak tau. Panca indra tubuhku masih normal, hingga aku masih bisa membayangkan sosok yang berada didalam alur cerita temanku. Menerka-nerka bayangan disetiap alur cerita temanku tetapi kenapa selalu yang muncul dia, ya dia; orang yang mendatangiku hanya dengan mengedipkan mata berkata cinta dan kemudian pergi. Aku mencoba menghilangkan bayangan itu, tak pantas ku bayangkan lagi.
            Mulanya aku mendengarkan setiap alur ceritanya, satu ataupun dua hari tetapi kali ini temanku seperti berdongeng yang bersambung. Bahkan alur yang biasanya ada di pelajaran Bahasa Indonesia, kini berubah menjadi alur naik turun yang tak ada habisnya. Pikiran, batin dan mulut rasanya ingin berucap tetapi apa daya, tetesan air itu terkadang jatuh membasahi senyum kelelahannya. Terkadang aku membayangkan, bagaimana sosok orang yang selalu diceritakan temanku itu. ingin rasanya melihat dan menjitak kepalanya,tega sekali sikapnya belaga seperti raja tampan yang dikejar-kejar puteri yang seharusnya duduk manis menunggu pangeran menjemputnya.
            Terkadang orang yang jatuh cinta memang tak bosan-bosannya membicarakan hal yang secara terpaksa harus diingatnya dan meluapkannya karna terasa sesak untuk mengalihkan fikiran itu. laki-laki berbadan tinggi, berjalan santai dan memakai jaket biru muda melewati depanku dan temanku. Kedua bola mata kami tak sengaja bertatap, kemudian ia dengan jaket biru mudanya menghilang dari kerumuhan dan temanku dengan sengaja tak melihat. Pertemuan tak sengaja itu hanya melintas sekilas dari logika ku.
            Entah Allah berkendak apa dan bagaimana. Di kelas baru dan suasana baru, aku bertemu teman-teman baru. Memasuki kelas dan kemudian menduduki bangku dengan teman sebangku yang tergila-gila EXO. aku berpikir sebelum berkenalan dengannya, apa aku salah tempat duduk? lupakan hal itu. Yang paling heboh lagi, temanku melihat orang yang diceritakan padaku berada satu kelas denganku dan tempat duduknya berada dibelakangku. Rasanya tak percaya, kemarin aku mimpi apa sehingga aku bertemu dengan sosok itu? dan aku masih tak peduli dengan dia, membiarkan melintas sekilas dari logika ku. Namun aku tak mengerti darimana dan bagaimana, aku dan dia terlihat akrab seakan telah lama kenal dan kemudian bertemu kembali. mulanya masih basa-basi saja tetapi kemudian akrab. Dimana ada aku, pasti ada dia. Dan begitu sebaliknya. Setiap jam istirahat, dia selalu menghampiriku dan menemani makan pagi, pulang sekolah selalu bersama.
Kata mereka, aku dan dia seperti layaknya sang pacar dan kekasihnya padahal aku dan dia hanya sahabat. Sudah banyak anak yang melihatnya, tetapi aku dan dia hanya sahabat. Walau itu terkadang hanya ungkapan di mulut, aku tak mengerti bagaimana hati dan perasaannya? Karna aku sendiri, tak bisa memahami hatiku. Aku dan dia juga manusia, tak menyalahkan perasaan yang terkadang tiba-tiba datang dan pergi. Apa salah jika aku dan dia merasakan namun tanpa kejelasan yang tak perlu adanya publikasi kepada mereka, karna aku dan dia…

Ah sudahlah, aku masih bingung dan entah harus ku mulai bagaimana dan darimana awal cerita ini agar mereka paham dengan cerita ku dan dia.

Katamu, Ini Bukan Akhir Kita

          Masih bolehkah aku memandang langit yang membuat setiap insan mengeluh, namun selalu menyimpan berjuta kebahagiaan, walau sementara? Membayangkan terbang dengan kalimat sederhana yang kau ucapkan bersama tawa bahagia, kemudian tergores alunan nada yang mampu merubah tawamu. Padahal aku masih menikmati, terbang dengan awan putih dan kau yang mengendalikannya. Tetapi, kau tak berkata apapun ketika ingin berhenti dari semua ini. tawa bahagia kita terasa hening dan hanya suara kecilku menggodamu. Anggukan kepala saja yang bisa kulihat dari wajahmu dan tak satupun kata keluar dari senyum yang manis itu. serasa kau terdiam melihat tingkahku, kebingungan dalam senyum dan tawa kecilku  yang menggodamu. Agar dalam wajahmu terhias dengan tawa seperti kemarin.
Aku terlalu mengerti kamu, hingga aku lupa bagaimana memahami kamu kembali. pikiran dan hatiku mulai menerka-nerka sikapmu, begitu pula batin yang selalu berbicara kebenaran tetapi mulut selalu berdusta. Aku tak bisa menyalakan keduanya, jika nyatanya usahaku akan usai mempertahankan hal yang akan ku tangisi saat mengingatnya. Aku juga tak menyalakan keadaan, mungkin ini memang waktu yang tepat. Aku juga tak menyalakan pertemuan yang suatu saat akan terjadi lagi, tanpa kita sadari. Begitu indahnya kah hal itu, hingga aku lupa harus darimana awal yang ku ingat?
Sekali lagi, aku sangat mengerti kamu hingga aku lupa cara memahami setiap maksudmu.Aku tak akan mencari siapa yang salah dan yang benar, melainkan aku akan mencari kebahagiaan dimasa depanku dengan siapa. Terkadang waktu akan membuka pintunya, tanpa kita duga. mungkin ini adalah pintu yang telah terbuka untuk kita; aku dan kamu harus melewati dua jalan yang berbeda dalam kesendirian. Kuatkan kotak kecil kita, yang telah dibuat tiga tahun yang lalu. Semoga Allah melindungi kita dan kotak kecil kita hingga pertemuan itu datang lagi dimasa depan kelak.

Dan, aku masih ingin melihat langit yang kata mereka tersimpan sejuta kebahagiaan walau sementara, lalu menjatuhkannya?Melihat ukiran bayangan perempuan yang memakai baju merah muda, rok panjang hitam, dan berjas putih dengan teleskop dilehernya, dengan wajah yang berhias jilbab merah dan kacamata hitam. Matanya menatap seorang pemuda yang memakai baju putih, berdasi merah, dan celana hitam serta berjas hitam menghiasi tubuh yang gagah dan berwibawa.