Diantara gelap yang menyelimuti bumi, ternyata ada bintang yang
berkedip pada ku, kala itu. terlintas di logika ku untuk sekejap melihatnya.
kemudian mata ku terpejam, sapaan itu datang menyapa keheningan. Hanya sekedar
kata yang biasanya tertulis namun bermakna dalam; mencoba memasuki sela-sela
hati. Tak ada alasan apapun yang bisa terucap ingin rasanya cepat membalas,
ketika sapaan itu tak terbalas oleh ku. Terasa lidah keluh dan mbatin menyeruh dengan
lembut untuk menenangkan sapaan itu dengan kesabaran.
Mungkin saja masih
teringat, walau kadang hanya sebutir kata yang terucap kemudian berlari jauh.
Aku hanya mengiyainya dengan segala hal yang tertulis melalui ketikan jemari
lembutmu. Tak ada yang lebih saat itu, namun seakan kita saling mengetahui satu
sama lain dan bertemu karna sudah lama tak berjumpa.
Sinarnya mentari
masih sehangat jemarimu yang menggenggam sela-sela jemari tanganku dan tatapan
mata itu, sungguh menenangkan jiwa hingga aku lupa untuk mejawab pertanyaan
yang kau tanyakan. Katamu pertanyaan yang terlalu cepat tuk dikatakan, karna
aku terlalu cepat mengalihkan ucapanmu. Kadang aku masih membingungkan perasaan
ku dengan apa yang ku lakukan. Badan tinggi dan kesederhanaan cara berpakaian
yang kau punya masih terbayang melintasi setiap perasaan ketika aku berdoa pada
Allah. Entah aku harus mengatasinya dengan perasaan yang bagaimana? Jika
nyatanya berada di sela-sela jemarimu mampu membuatku nyaman dengan
kesederhanaan yang kau punya. Apa aku sedang merangkai asa yang ku temukan
dengan kamu karna berbeda dengan dia; orang dulu sempat menyembunyikan aku dari
mata iri. Atau kau hanya memanjakan ku saja tuk meluluhkan hati ini?
Entah darimana
asalnya bintang yang berkedip itu menghampiriku dengan segala kesederhanaan
yang mampu membuat nyaman, berbeda dengan dia yang sudah berubah dengan
keterlambatan menyatukan kepercayaan menjadi utuh lagi? Seakan ingin melepas
usaha yang ku lakukan merubahnya dan menggenggam bintang yang berkedip kepada
ku, kala itu.