Rabu, 11 Juni 2014

Bintang itu Berkedip Padaku

        Diantara gelap yang menyelimuti bumi, ternyata ada bintang yang berkedip pada ku, kala itu. terlintas di logika ku untuk sekejap melihatnya. kemudian mata ku terpejam, sapaan itu datang menyapa keheningan. Hanya sekedar kata yang biasanya tertulis namun bermakna dalam; mencoba memasuki sela-sela hati. Tak ada alasan apapun yang bisa terucap ingin rasanya cepat membalas, ketika sapaan itu tak terbalas oleh ku. Terasa lidah keluh dan mbatin menyeruh dengan lembut untuk menenangkan sapaan itu dengan kesabaran.
            Mungkin saja masih teringat, walau kadang hanya sebutir kata yang terucap kemudian berlari jauh. Aku hanya mengiyainya dengan segala hal yang tertulis melalui ketikan jemari lembutmu. Tak ada yang lebih saat itu, namun seakan kita saling mengetahui satu sama lain dan bertemu karna sudah lama tak berjumpa.
            Sinarnya mentari masih sehangat jemarimu yang menggenggam sela-sela jemari tanganku dan tatapan mata itu, sungguh menenangkan jiwa hingga aku lupa untuk mejawab pertanyaan yang kau tanyakan. Katamu pertanyaan yang terlalu cepat tuk dikatakan, karna aku terlalu cepat mengalihkan ucapanmu. Kadang aku masih membingungkan perasaan ku dengan apa yang ku lakukan. Badan tinggi dan kesederhanaan cara berpakaian yang kau punya masih terbayang melintasi setiap perasaan ketika aku berdoa pada Allah. Entah aku harus mengatasinya dengan perasaan yang bagaimana? Jika nyatanya berada di sela-sela jemarimu mampu membuatku nyaman dengan kesederhanaan yang kau punya. Apa aku sedang merangkai asa yang ku temukan dengan kamu karna berbeda dengan dia; orang dulu sempat menyembunyikan aku dari mata iri. Atau kau hanya memanjakan ku saja tuk meluluhkan hati ini?
            Entah darimana asalnya bintang yang berkedip itu menghampiriku dengan segala kesederhanaan yang mampu membuat nyaman, berbeda dengan dia yang sudah berubah dengan keterlambatan menyatukan kepercayaan menjadi utuh lagi? Seakan ingin melepas usaha yang ku lakukan merubahnya dan menggenggam bintang yang berkedip kepada ku, kala itu.


Tak Pernah Terlintas Sebelumnya

         Entah harus ku mulai bagaimana dan darimana? Langit pun tak meneteskan air matanya, bahkan matahari masih terasa hangat walaupun bulan telah menyalakan kehidupan di bumi dalam kegelapan. salah satu temanku bercerita, aku mencoba memahaminya walaupun itu nyata ataupun dusta di dalam setiap kalimat yang dikeluarkan, aku tak tau. Panca indra tubuhku masih normal, hingga aku masih bisa membayangkan sosok yang berada didalam alur cerita temanku. Menerka-nerka bayangan disetiap alur cerita temanku tetapi kenapa selalu yang muncul dia, ya dia; orang yang mendatangiku hanya dengan mengedipkan mata berkata cinta dan kemudian pergi. Aku mencoba menghilangkan bayangan itu, tak pantas ku bayangkan lagi.
            Mulanya aku mendengarkan setiap alur ceritanya, satu ataupun dua hari tetapi kali ini temanku seperti berdongeng yang bersambung. Bahkan alur yang biasanya ada di pelajaran Bahasa Indonesia, kini berubah menjadi alur naik turun yang tak ada habisnya. Pikiran, batin dan mulut rasanya ingin berucap tetapi apa daya, tetesan air itu terkadang jatuh membasahi senyum kelelahannya. Terkadang aku membayangkan, bagaimana sosok orang yang selalu diceritakan temanku itu. ingin rasanya melihat dan menjitak kepalanya,tega sekali sikapnya belaga seperti raja tampan yang dikejar-kejar puteri yang seharusnya duduk manis menunggu pangeran menjemputnya.
            Terkadang orang yang jatuh cinta memang tak bosan-bosannya membicarakan hal yang secara terpaksa harus diingatnya dan meluapkannya karna terasa sesak untuk mengalihkan fikiran itu. laki-laki berbadan tinggi, berjalan santai dan memakai jaket biru muda melewati depanku dan temanku. Kedua bola mata kami tak sengaja bertatap, kemudian ia dengan jaket biru mudanya menghilang dari kerumuhan dan temanku dengan sengaja tak melihat. Pertemuan tak sengaja itu hanya melintas sekilas dari logika ku.
            Entah Allah berkendak apa dan bagaimana. Di kelas baru dan suasana baru, aku bertemu teman-teman baru. Memasuki kelas dan kemudian menduduki bangku dengan teman sebangku yang tergila-gila EXO. aku berpikir sebelum berkenalan dengannya, apa aku salah tempat duduk? lupakan hal itu. Yang paling heboh lagi, temanku melihat orang yang diceritakan padaku berada satu kelas denganku dan tempat duduknya berada dibelakangku. Rasanya tak percaya, kemarin aku mimpi apa sehingga aku bertemu dengan sosok itu? dan aku masih tak peduli dengan dia, membiarkan melintas sekilas dari logika ku. Namun aku tak mengerti darimana dan bagaimana, aku dan dia terlihat akrab seakan telah lama kenal dan kemudian bertemu kembali. mulanya masih basa-basi saja tetapi kemudian akrab. Dimana ada aku, pasti ada dia. Dan begitu sebaliknya. Setiap jam istirahat, dia selalu menghampiriku dan menemani makan pagi, pulang sekolah selalu bersama.
Kata mereka, aku dan dia seperti layaknya sang pacar dan kekasihnya padahal aku dan dia hanya sahabat. Sudah banyak anak yang melihatnya, tetapi aku dan dia hanya sahabat. Walau itu terkadang hanya ungkapan di mulut, aku tak mengerti bagaimana hati dan perasaannya? Karna aku sendiri, tak bisa memahami hatiku. Aku dan dia juga manusia, tak menyalahkan perasaan yang terkadang tiba-tiba datang dan pergi. Apa salah jika aku dan dia merasakan namun tanpa kejelasan yang tak perlu adanya publikasi kepada mereka, karna aku dan dia…

Ah sudahlah, aku masih bingung dan entah harus ku mulai bagaimana dan darimana awal cerita ini agar mereka paham dengan cerita ku dan dia.

Katamu, Ini Bukan Akhir Kita

          Masih bolehkah aku memandang langit yang membuat setiap insan mengeluh, namun selalu menyimpan berjuta kebahagiaan, walau sementara? Membayangkan terbang dengan kalimat sederhana yang kau ucapkan bersama tawa bahagia, kemudian tergores alunan nada yang mampu merubah tawamu. Padahal aku masih menikmati, terbang dengan awan putih dan kau yang mengendalikannya. Tetapi, kau tak berkata apapun ketika ingin berhenti dari semua ini. tawa bahagia kita terasa hening dan hanya suara kecilku menggodamu. Anggukan kepala saja yang bisa kulihat dari wajahmu dan tak satupun kata keluar dari senyum yang manis itu. serasa kau terdiam melihat tingkahku, kebingungan dalam senyum dan tawa kecilku  yang menggodamu. Agar dalam wajahmu terhias dengan tawa seperti kemarin.
Aku terlalu mengerti kamu, hingga aku lupa bagaimana memahami kamu kembali. pikiran dan hatiku mulai menerka-nerka sikapmu, begitu pula batin yang selalu berbicara kebenaran tetapi mulut selalu berdusta. Aku tak bisa menyalakan keduanya, jika nyatanya usahaku akan usai mempertahankan hal yang akan ku tangisi saat mengingatnya. Aku juga tak menyalakan keadaan, mungkin ini memang waktu yang tepat. Aku juga tak menyalakan pertemuan yang suatu saat akan terjadi lagi, tanpa kita sadari. Begitu indahnya kah hal itu, hingga aku lupa harus darimana awal yang ku ingat?
Sekali lagi, aku sangat mengerti kamu hingga aku lupa cara memahami setiap maksudmu.Aku tak akan mencari siapa yang salah dan yang benar, melainkan aku akan mencari kebahagiaan dimasa depanku dengan siapa. Terkadang waktu akan membuka pintunya, tanpa kita duga. mungkin ini adalah pintu yang telah terbuka untuk kita; aku dan kamu harus melewati dua jalan yang berbeda dalam kesendirian. Kuatkan kotak kecil kita, yang telah dibuat tiga tahun yang lalu. Semoga Allah melindungi kita dan kotak kecil kita hingga pertemuan itu datang lagi dimasa depan kelak.

Dan, aku masih ingin melihat langit yang kata mereka tersimpan sejuta kebahagiaan walau sementara, lalu menjatuhkannya?Melihat ukiran bayangan perempuan yang memakai baju merah muda, rok panjang hitam, dan berjas putih dengan teleskop dilehernya, dengan wajah yang berhias jilbab merah dan kacamata hitam. Matanya menatap seorang pemuda yang memakai baju putih, berdasi merah, dan celana hitam serta berjas hitam menghiasi tubuh yang gagah dan berwibawa.

Sempat Terlupakan

         Senyum matahari masih tetap hangat hingga meneteskan air dari pelipis wajahmu. Cerahnya langit hari ini dengan lekukan senyum yang menghiasi raut wajahmu, yang sedang membelah jalan dengan jaket hijau bergaris hitam lurus. Walaupun berlawanan dengan jalan kau ambil sekarang, kau tetap memilihnya. Keyakinan yang kau bulatkan dengan tekad membelah jalan, seperti keyakinanmu memilih dia; bidadari yang dulu sempat kau sembunyikan dari penglihatan mata iri itu. tampak dari kejauhan, perempuan berdiri dengan sekuat hatinya dan menunggumu dengan senyum kesabaran. Tak peduli hembusan angin menyapa hingga wajah manisnya sedikit pucat.
          Dengan cepat kau membelah jalan tuk segera menemui perempuan yang berdiri memakai jaket abu-abu. Tepat kau berhenti didepan perempuan itu, ia menyapamu dengan senyum kelelahan, yang sempat dulu tak kau hiraukan begitu saja. senyuman itu kini kau ingat, betapa sayangnya dia kepadamu. Kemudian kau dan perempuan itu membelah jalan kearah rumahnya, ia menyandarkan kepalanya dibelakangan punggungmu dan kau merasakan gengaman erat pada jaket hijau bergaris hitam lurusmu. Kau masih mengingat gang kecil rumahnya, perempuan itu turun kemudian melihatmu dengan penuh kenyamanan dalam bola mata mu.     
          Sempat tak kau rasakan hal itu, karna kau belum memahami betapa sebenarnya hati kecilmu menyayangi perempuan itu. kini kau berhenti. Mencoba melihat bola mata ketulusan yang menghiasi wajah manisnya. Kau mendekap tubuhnya, yang rapuh dalam kebahagiaan semata saat didepanmu. ia membalasnya, hangat terasa seperti terakhir kau mendekapnya saat kau akan menghilang tanpa sedikit berkata. dan kau merasakan tetesan air jatuh ke jaket kesayanganmu. Kau menatapnya, kau mengusap air mata itu, dan kau mengecup keningnya dengan ketulusan yang dulu tersimpan dikotak kecil hatimu. 
          Kemudian kau pergi dan ia masih berdiri melihatmu dari kejauhan hingga kau menghilang dari penglihatannya. Membelah jalan kembali dengan berbicara pada hatimu, kini aku mengerti siapa yang pantas ku perjuangkan tuk menuntunku ke masa depan. Dia perempuan yang memakai jaket abu-abu, bidadari kecil yang selalu tersimpan dihatiku sampai kapanpun.


Tulisan yang Kau Baca Terlambat

       Aku masih tak paham dengan jalan pemikiranmu, mungkin karna aku terlalu menyayangi dan mencintaimu. Sebenarnya aku sendiri juga bingung untuk menulis hal ini dimulai darimana, aku hanya bisa menerka-nerkanya. Bahkan mungkin kamu akan menertawakan ku (lagi), adanya tulisan ini. Kebahagiaan bisa datang kapansaja, tak perlu merencana kan hanya saja harus diciptakan. Pengorbanan untuk menahan amarah, menguatkan hati, bersabar menunggu dan merelakan waktu. Semua sudah ku lakukan, hanya untukmu.

        Aku menghargai sebagaimana pun usaha mereka yang memberi tau dan menyadarkan kebodohanku ini. kau tau, hanya anggukkan kepala dan kata iya dari mulut, sedangkan hatiku? Masih terus menyebut namamu. Aku tak mampu mengobati luka ku jika aku membohongi hatiku terus menerus. Heran ku kenapa aku masih kuat untuk berada disampingmu, meski kamu telah jauh berbeda dilintasan logika ku. Dan aku masih saja memperduli kan perasaan daripada logika yang seharusnya lebih ku dengarkan.

       Cinta ini memang menguatkan ku hingga sadarmu mengingatku kembali. namun aku masih takut, kesedihan akan muncul ketika kebahagiaan itu datang. waktu selalu mengejar hari kebahagiaan yang tercipta oleh dua insan. mungkin aku akan terlelap dibahu dan dekapanmu yang masih sama seperti dulu; hangat dan nyaman tuk meluapkan suka dan duka.

       Ah sudahlah katamu semua ini terlalu berlebihan, terlalu berlebihan mencintaimu. Kemudian tawa kecil ku bersama air yang membasahi kedua pipi ku, saat kita larut dalam kesendirian malam itu. tangis langit sudah tak tertahan, saat kita kembali bersama tuk melanjutkan kisah yang selama ini masih tersimpan tanda tanya.

         Bidadari diluar sana sungguh indah bahkan lebih dari segalanya, daripada bidadari yang dipandang sebelah mata disini; disampingmu selalu. Ku harap kembalimu bersamaku dengan manis ini, mampu mengindahkan kisah yang ku tunggu kelanjutannya dan hatiku masih tetap memihakmu, walaupun usaha ku dan mereka mengalihkannya.

Tersimpan Keindahan dalam Kebisuanmu

        sekarang aku lebih sering bertemu denganmu, bahkan hampir setiap hari kita bertemu; saling bertatap muka dengan kebisuan. Mungkin ini kehendak Tuhan atau kebetulan yang terus terulang? Setelah bertemu denganmu, aku selalu bercerita kepada teman sebangku ku. Dan nyatanya, teman dekatmu juga mengetahui bahwa aku terkadang diam-diam memandangimu disela canda tawamu dengan mereka. Sungguh, aku iri melihatnya. Ada sedikit rasa kecewa namun kubiarkan, pasti nanti ada saatnya. Aku ingin memberitahumu, betapa mengagumkan dan membuat aku tersenyum sendiri saat kamu bergantian memainkan senar gitar dengan sebuah lagu khas kesukaanmu. aku tak pernah menyangka, kecuekan yang ada didalam dirimu mampu membuatku memujimu dengan beribu kata yang tak bisa ku ucapkan melalui mulutku. Heranku saat aku berada didekat teman dekatmu, kau pasti muncul untuk sekedar menyapa dan menanyakan sesuatu hal kepada mereka, bukan aku. padahal aku berada diantara mereka, tak pernah kah kau sedikit melirik kepada ku? Yang menginginkan kau memanggil namaku lalu membuat percakapan manis, seperti dulu. Aku merindukanya, sungguh. Walau kini aku telah kembali lagi bersama dengan dia.